Siapa yang menolongmu ke surga? (Peringatan buat diri sendiri)

Suatu hari aku bersenggolan dengan seseorang yang tidak aku kenal. “Oh, maafkan,” reaksi spontanku. Ia juga berkata, “Maafkan saya juga.” Orang itu dan aku berlaku sangat sopan. Kami pun berpisah dan mengucapkan salam.

Namun cerita jadi lain begitu sampai di rumah. Pada hari itu juga, saat aku sedang menelpon salah satu kolega terbaikku, dengan bahasa sangat lembut dan santun untuk meraih simpati kolega saya itu, tiba2 anakku berdiri diam-diam di belakangku. Saat aku berbalik, hampir saja membuatnya jatuh. "Minggir!!! Main sana, ganggu saja!!!" teriakku dengan marah. Ia pun pergi dengan hati hancur dan merajuk.

Saat aku berbaring di tempat tidur malam itu, dengan halus, Tuhan berbisik, "Akan kusuruh malaikat menyabut nyawamu dan mengambil hidupmu sekarang, namun sebelumnya, aku akan izinkan kau melihat lorong waktu sesudah kematianmu. Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan. Tetapi dengan anak yang engkau kasihi, engkau perlakukan dengan sewenang-wenang, akan kuperlihatkan setelah kematianmu hari ini, bagaimana keadaan atasanmu, kolegamu, sahabat dunia mayamu, serta keadaan keluargamu."

Lalu aku pun melihat, hari itu saat jenazahku masih diletakkan di ruang keluarga, hanya satu orang sahabat dunia mayaku yg datang, selebihnya hanya mendoakan lewat grup, bahkan jugs ada yg tidak komentar apapun atas kepergianku, dan ada yg hanya menulis 3 huruf singkat: 'RIP'.

Lalu teman-temanku sekantor, hampir semua datang, sekejap melihat jenazahku, lalu mereka asik foto-foto dan mengobrol, bahkan ada yg asik membicarakan kehidupanku sambil tersenyum-senyum. Bos yang aku hormati, hanya datang sebentar, melihat jenazahku dalam hitungan menit langsung pulang, dan kolegaku, tidak semua yang aku lihat. Ah, mungkin mereka banyak urusan lain sehingga tidak sempat melayat.

Lalu kulihat anak-anakku menangis dipangkuan istriku, yang kecil berusaha menggapai2 jenazahku meminta aku bangun, namun istriku menghalaunya. Istriku pingsan berkali-kali, aku tidak pernah melihat dia sekacau itu. Aku pun teringat betapa sering aku acuhkan panggilannya yang mengajakku mengobrol, aku selalu sibuk dengan hpku, dengan kolega2 dan teman2 dunia mayaku. Sering kuacuhkan mereka saat aku sedang asik dengan ponselku, saat mereka ribut meminta kutemani. Oh ya Tuhan, maafkan aku.

Tujuh hari sejak kematianku, teman-teman sudah melupakanku, sampai detik ini aku tidak mendengar doa mereka untukku, perusahaan telah menggantiku dengan karyawan lain, teman-teman dunia maya masih sibuk dengan lelucon2 digrup, tanpa ada yang membahasku ataupun bersedih terhadap ketiadaanku di grup mereka.

Namun, aku melihat istriku masih pucat dan menangis, airmatanya selalu menetes saat anak2ku bertanya dimana ayah mereka? Aku melihat dia begitu lunglai dan pucat, kemana gairahmu istriku?
Oh ya Allah, maafkan aku..

Hari ke 40 sejak aku tiada, teman2 FB dan Path ku "lenyap" secara drastis. Semua "memutuskan" pertemanan denganku, seolah tidak ingin lagi melihat kenanganku semasa hidup. Tidak ada satupun yang mengunjungiku kekuburan ataupun sekedar mengirimkan doa.

Kulihat keluargaku, istriku sudah bisa tersenyum, tapi tatapannya masih kosong, anak2 masih ribut menanyakan kapan ayah pulang. Bahkan si bungsu masih selalu menungguku di jendela, seperti menantikan aku datang.

Lima belas tahun berlalu.
Kulihat istriku menyiapkan makanan untuk anak2ku, sudah mulai tampak guratan tua dan lelah di wajahnya, namun dia tidak pernah lupa mengingatkan anak2 jangan lupa berdoa untukku. Aku juga membaca tulisan di secarik kertas milik putriku malam itu. Dia menulis, "Seandainya saja aku punya ayah, pasti tidak akan ada laki2 yang berani tidak sopan denganku, tidak akan aku lihat ibu sakit2an mencari nafkah seorang diri buat kami, oh ya Tuhan, mengapa Kau ambil ayahku, aku butuh ayah ya Tuhan." Kertas itu basah, pasti karena airmatanya. Ya Tuhan maafkanlah aku.

Sampai bertahun2 anak2 dan istriku pun masih terus mendoakanku, agar aku selalu berbahagia di akhirat kelak.

Namun seketika aku terbangun. Ya Tuhan puji syukur, ternyata aku hanya mimpi. Pelan-pelan aku pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, masih aku lihat airmata disudut matanya, kasihan sekali, terlalu kencang aku menghardik dia. “Anakku, ayah sangat menyesal karena telah berlaku kasar padamu.“ Si kecilku pun terbangun dan berkata, “Oh ayah, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu.” “Anakku, aku mencintaimu juga. Maafkan aku anakku.” Kupeluk anakku. Kuciumi pipi dan keningnya.

Lalu kulihat istriku tertidur, istriku yang sapaannya sering kuacuhkan, ajakannya bicara sering kali aku sengaja berpura2 tidak mendengarnya, bahkan pesan2 darinya sering aku anggap tak bermakna, maafkan aku istriku, maafkan aku.

Air mataku tak bisaku bendung lagi.
Apakah kita menyadari bahwa jika kita mati besok pagi, perusahaan di mana kita bekerja akan dengan mudahnya mencari pengganti kita dalam hitungan hari? Teman2 akan melupakan kita sebagai cerita yang sudah berakhir, hanya beberapa masih menceritakan kita saat kita masih hidup. Teman2 dunia maya pun tak pernah membahas lagi seolah, aku tidak pernah mengisi hari2 mereka sebagai badut di grup.

Aku rebahkan diri disamping istriku, ponselku masih terus bergetar, berpuluh puluh notifikasi masuk menyapaku, menggelitik untuk aku buka, tapi tidak ... tidak. Aku matikan ponselku dan aku pejamkan mata. Maaf, bukan kalian yang akan membawaku ke surga, bukan kalian yang akan menolongku dari api neraka, tapi ini keluargaku lah kelak. Keluarga yang jika kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama sisa hidup mereka.

Sumber : fb

0 komentar:

Post a Comment

Blog Archive