TK Bukan Syarat Masuk SD
Pendidikan tingkat taman kanak-kanak (TK) bukan merupakan syarat bagi anak untuk masuk sekolah dasar (SD). Ironisnya, tidak sedikit yang beranggapan bahwa sebelum masuk SD, anak wajib mengikuti telebih dahulu pendidikan di jenjang TK.
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah disebutkan bahwa pendidikan prasekolah, seperti playgroup dan TK, tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar. Maka, tidak wajib hukumnya bagi orangtua untuk memasukkan anak mereka ke TK terlebih dahulu sebelum sang anak bersekolah di SD.
Menilik sejarahnya, TK pertama kali didirikan di Jerman, oleh seorang pria bernama Freidrich Froebel, di tahun 1837. Ide yang mendasari Froebel mendirikan TK adalah bahwa anak-anak perlu memunyai tempat serta waktu khusus untuk bermain sembari belajar banyak hal.
Idealnya, program pendidikan TK diarahkan untuk mendukung pengembangan aspek fisik, sosial, emosional, spiritual, moral serta intelektual anak yang berusia 4-5 tahun. Dengan demikian, program yang dirancang harus benar-benar memperhatikan tingkat usia tersebut. Menurut kajian yang dilakukan oleh National Association for the Education of Young Children, Amerika Serikat, kurikulum yang baik bagi pendidikan di jenjang TK harus mencangkup hal-hal berikut.
Pertama, penyediaan berbagai peluang bagi anak untuk bermain sambil belajar dengan cara mengamati dan mengalami langsung berbagai hal nyata.
Kedua, adanya keseimbangan antara kegiatan-kegiatan yang berasal dari para guru dan anak-anak.
Ketiga, tersedianya berbagai aktivitas kelompok di mana aspek kerjasama dapat berlangsung secara alamiah.
Keempat, adanya serangkaian aktivitas bermain yang membutuhkan penggunaan otot-otot kecil.
Kelima, menyediakan wahana bagi anak sehingga mereka memperoleh kesempatan mengenal literatur dan musik dalam lingkup budayanya sendiri serta budaya lainnya.
Keenam, penyediaan kesempatan bagi anak dari berbagai latar belakang dan tingkat perkembangan yang berbeda untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
Ketujuh, penyediaan waktu bagi individu atau kelompok anak untuk bertemu dengan guru guna mendapatkan bantuan dalam penguasaan sejumlah kemampuan dasar anak.
Para pakar pendidikan anak sepakat, sumber perkembangan penting bagi anak di usia dini adalah bermain. Catron dan Allen (2008) menyebutkan bahwa perkembangan anak secara optimal dapat dilakukan lewat bermain.
Aktivitas bermain tidak cuma melibatkan barang-barang atau alat mainan, tetapi juga dapat melibatkan kata-kata, gagasan yang memicu perkembangan berpikir. Karenanya, aktivitas bermain dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, berpikir kritis serta membangun gagasan kreatif. Selain itu, lewat bermain perkembangan sosial dan emosional anak juga dapat meningkat.
TK didirikan harus dengan tujuan utama sebagai tempat bermain anak. Anak harus lebih banyak bermain ketika masuk dan berada dalam lingkungan TK. TK harus bisa memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan dunia mereka sesungguhnya, yaitu bermain.
Namun, menurut Joan Moyer (2002), karena penekanan yang lebih condong pada pencapaian aspek akademik, banyak TK dewasa ini yang malah mengesampingkan aspek bermain dan lebih terfokus pada pengajaran membaca menulis dan berhitung (calistung).
Sesungguhnya, pemberian pelajaran calistung pada level TK adalah sebuah bentuk kekerasan terhadap mental anak dengan mengatasnamakan pendidikan. Di rentang usia 4-5 tahun, anak sebaiknya jangan diberi dulu pelajaran calistung, karena hal ini akan menghambat kesempatan anak untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan sosialnya yang seharusnya bisa berkembang pesat dan optimal pada rentang usia tersebut.
Berbagai kajian menunjukkan, anak-anak yang terhambat perkembangan kecerdasan emosi dan sosialnya cenderung rentan mengalami depresi dan rentan terlibat kenakalan remaja ketika anak semakin bertambah usianya.
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah disebutkan bahwa pendidikan prasekolah, seperti playgroup dan TK, tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar. Maka, tidak wajib hukumnya bagi orangtua untuk memasukkan anak mereka ke TK terlebih dahulu sebelum sang anak bersekolah di SD.
Menilik sejarahnya, TK pertama kali didirikan di Jerman, oleh seorang pria bernama Freidrich Froebel, di tahun 1837. Ide yang mendasari Froebel mendirikan TK adalah bahwa anak-anak perlu memunyai tempat serta waktu khusus untuk bermain sembari belajar banyak hal.
Idealnya, program pendidikan TK diarahkan untuk mendukung pengembangan aspek fisik, sosial, emosional, spiritual, moral serta intelektual anak yang berusia 4-5 tahun. Dengan demikian, program yang dirancang harus benar-benar memperhatikan tingkat usia tersebut. Menurut kajian yang dilakukan oleh National Association for the Education of Young Children, Amerika Serikat, kurikulum yang baik bagi pendidikan di jenjang TK harus mencangkup hal-hal berikut.
Pertama, penyediaan berbagai peluang bagi anak untuk bermain sambil belajar dengan cara mengamati dan mengalami langsung berbagai hal nyata.
Kedua, adanya keseimbangan antara kegiatan-kegiatan yang berasal dari para guru dan anak-anak.
Ketiga, tersedianya berbagai aktivitas kelompok di mana aspek kerjasama dapat berlangsung secara alamiah.
Keempat, adanya serangkaian aktivitas bermain yang membutuhkan penggunaan otot-otot kecil.
Kelima, menyediakan wahana bagi anak sehingga mereka memperoleh kesempatan mengenal literatur dan musik dalam lingkup budayanya sendiri serta budaya lainnya.
Keenam, penyediaan kesempatan bagi anak dari berbagai latar belakang dan tingkat perkembangan yang berbeda untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
Ketujuh, penyediaan waktu bagi individu atau kelompok anak untuk bertemu dengan guru guna mendapatkan bantuan dalam penguasaan sejumlah kemampuan dasar anak.
Para pakar pendidikan anak sepakat, sumber perkembangan penting bagi anak di usia dini adalah bermain. Catron dan Allen (2008) menyebutkan bahwa perkembangan anak secara optimal dapat dilakukan lewat bermain.
Aktivitas bermain tidak cuma melibatkan barang-barang atau alat mainan, tetapi juga dapat melibatkan kata-kata, gagasan yang memicu perkembangan berpikir. Karenanya, aktivitas bermain dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, berpikir kritis serta membangun gagasan kreatif. Selain itu, lewat bermain perkembangan sosial dan emosional anak juga dapat meningkat.
TK didirikan harus dengan tujuan utama sebagai tempat bermain anak. Anak harus lebih banyak bermain ketika masuk dan berada dalam lingkungan TK. TK harus bisa memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan dunia mereka sesungguhnya, yaitu bermain.
Namun, menurut Joan Moyer (2002), karena penekanan yang lebih condong pada pencapaian aspek akademik, banyak TK dewasa ini yang malah mengesampingkan aspek bermain dan lebih terfokus pada pengajaran membaca menulis dan berhitung (calistung).
Sesungguhnya, pemberian pelajaran calistung pada level TK adalah sebuah bentuk kekerasan terhadap mental anak dengan mengatasnamakan pendidikan. Di rentang usia 4-5 tahun, anak sebaiknya jangan diberi dulu pelajaran calistung, karena hal ini akan menghambat kesempatan anak untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan sosialnya yang seharusnya bisa berkembang pesat dan optimal pada rentang usia tersebut.
Berbagai kajian menunjukkan, anak-anak yang terhambat perkembangan kecerdasan emosi dan sosialnya cenderung rentan mengalami depresi dan rentan terlibat kenakalan remaja ketika anak semakin bertambah usianya.
0 komentar:
Post a Comment